BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Striktur
urethra adalah penyempitan atau pengerutan (konstriksi) lumen uretrra. Striktur
uretra kemungkinan kongenita dan
didapat. Striktur uretra yang didapat dapat disebabkan trauma (kecelakaan,
instrumentasi), infeksi (terutama gonore), dan tekanan tumor. Striktur uretra
lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Hal ini disebabkan perbedaan
anatomis, uretra pria lebih panjang dibandingkan dengan uretra wanita.
Penyempitan
uretra yang disebabkan oleh infeksi kronik. Inflamasi menyebabkan hyperplasia
lapisan uretra dan menyebabkan lumen menjadi sempit. Tumor juga dapat menekan
ureter. Gejala utama striktur uretra adalah berkurangnya dras urine yang keluar
dan kesulitan memulai berkemih.
Gejala dan
tanda yang lain berkaitan dengan ISK dan retensi urine.
B.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi striktur urethra
2. Untuk mengetahui penyebab striktur
urethra
3. Untuk mengetahui pathofisiologi striktur
urethra
4. Untuk mengetahui manifestasi striktur
urethra
5. Untuk mengetahui klasifikasi striktur
urethra
6. Untuk mengetahui komplikasi striktur
urethra
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan
striktur urethra
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
striktur urethra
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada
pasien dengan striktur urethra
BAB II
ISI
A.
DEVINISI
Striktura urethra adalah berkurangnya
diameter dan atau elastisitas urethra yang di sebabkan oleh jaringan urethra diganti
jaringan ikat yang kemudian mengkerut menyebabkan lumes urethra mengecil.
Striktur urethra adalah penyempitan atau pengerutan
(kontriksi) lumen uretra.
Striktur uretrhra adalah kondisi dimana suatu bagian
dari urethra meyempit.
B.
ETIOLOGI
Etiologi
striktura urethra :
1.
Striktura
urethra bisa terjadi secara congenital, misalnya congenital meatusstenosis,
klep urethra posterior.
2.
Striktura
urethra yang di dapat bisa terjadi karena uretritis gonorrhoika atau
nongonorrhoika, akibat rupture urethra anterior maupun posterior, yatrogenik
seperti rupture urethra akibat instrumentasi, pemasangan kateter lama sehingga
menyebabkan nekrosis tekanan di daerah penoskrotal.
3.
Penyebab
terbanyak adalah kerena rupture anterior maupun posterior.
C.
PATHOFISIOLOGI
Ø Trabekulosi, sakulasi dan divertikel
Pada
striktura urethra kandung kemih harus berkontrasi lebih kuat, sesuai dengan
hokum starling.Maka otot kalua di beri beban akan berkontrasi lebih kuat sampai
pada suatu saat kemudian akan melemah jadi.Pada striktura urethra otot buli –
buli mula – mula akan menebal akan terjadi tuberkolasi pada fase kompensasi,
setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel.Perbedaan
antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi
masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di buli – buli , jadi divertikel buli – buli
adalah tonjolan mukosa keluar buli – buli tanpa dinding otot
Ø Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot
buli – buli berkontraksi lebih kuat tidak timbul residu. Pada fese dekompensasi
maka akan timbul residu.Residu adalah dimana setelah kencing masaih ada urin
dalam kandung kemih.Dalam keadaan normal residu tidak ada.
Ø Refluks vesiko urethral
Dalam
keadaan normal pada waktu buang air kecil urine di keluarkan buli – buli melalui
urethra.Pada striktura urethra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine di dalam buli –
buli akan masuk kembali kedalam urethra bahkan sampai ginjal.
Ø Infeksi saluran kemih dan gijal
Dalam keadaan normal, buli – buli
dalam kedaan seteril.Salah satu cara tubuh mempertahankan buli – buli dalam
keadaan seteril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli – buli waktu
buang air kecil.Dalam keadaan dekompensasi makan akan terjadi residu, akibatnya
maka buli – buli mudah erkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak
di buli – buli akan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut mauupun
kronik yang akhirnya timbu gagal ginjal dengan segala akibatnya.
Ø Infiltrat urine, abases, dan fistulasi
Adanya sumbatan pada urethra,
tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inbibisi urine keluar buli –
buli atau urethra proksimal dari striktu.Urie yang terinfeksi keluar dari buli
– buli atau urethra menimbulkan infiltrate urine kalau tidak di obati
infiltrate urine akan timbu abses, abses pecah timbul fistel di suprapubis atau
urethra proksimal dari striktur
D.
PATHWAY
E.
MANIFESTASI KLINIS
Kesulitan
dalam berkemih, harus mengejan, pancaran meengecil, pancaran bercabang, dan
menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah/nanah didaerah perineum,
skrotum dan terkadang timbul berck darah dicelana dalam, bila terjadi infeksi
sitemik, warna urine penderita bisa keruh.
F.
KLASIFIKASI
Striktur urethra dibagi dalam 3 jenis, yaitu :
1. Striktur
urethra congenital
Striktur
urethra congenital sering terjadi di fossa nafikularis dan pars membranasae.
Sifat striktura ini adalah stationer.
2. Striktur
urethra traumatic
Trauma pada daerah kemaluan dapat
menimbulkan rupture uretra. Timbul striktura traumatic dalam waktu 1 bulan.
Striktura akibat trauma lebih progresif dari pada striktura akibat infeksi.
Pada rupture uretra ditemukan hematuri gross.
3. Striktur
akibat infeksi
Striktura
jenis ini biasanya disebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat dari
pada striktura traumatic.
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada striktur urethra,
yaitu :
Ø Infeksi saluran kemih.
Ø Gagal ginjal.
Ø Refluks vesio uretra.
Ø Retensi urine.
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Ø Urine dan urine kultur untuk melihat
adanya infeksi
Ø Ureum dan kreatinin untuk melihat
faal ginjal
2. Radiologi
Ø Diagnosa pasti dapat di buat dengan
uretrogafi
Ø Retrogade uretrografi untuk melihat
urethra anterior
Ø Antergrade uretrogafi untuk melihat
urethra posterior
Ø Bipoler
uretrogafi adalah kombinasi ari pemeriksaan antegrade dan retrogade
Ø Dengan pemeriksaan ini diharapkan
dismping dapat dibuat diagnosis striktura urethra juga dapat ditentukan panjang
striktura, ini penting untuk perancanaan terapi/operasi
3. Uretroskopi
Ø Pemeriksaan dengan endoskopi untuk
melihat secara langsung andanya striktura
4. Uroflometri
Pemeriksaan
untuk menentukan jumlah urine yang dipancarkan per detik normal flow maksimum
laki – laki adalah 15 ml/det wanita 25 ml/det.
5. Uretrosistografi
Uretrosistografi
kedalam lumen uretra dimasukan kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat
seluruh saluran uretra dan buli-buli. Dari foto tersebt dapat ditentukan :
Ø Lokalisasi struktur : apakah terletak proksimal
atau distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi
Ø Besar kecilnya striktura
Ø Panjangnya stiktura
Ø Jenis striktura
I.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi
Ø Kalau penderita datang dengan retensio
urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat
pemeriksaan uretrogafi untuk memastikan adanya striktura urethra.
Ø Kalau penderita datang dengan infiltrat
urine atau abses dilakukan insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi
baru kemidian dibuat uretrografi.
2. Trukar Cystostomi
Ø Kalau penderita datang dengan retensio
urine atau infiltrat urine, dilakukan cystostomi
Ø Tindakan cystostomie dilakukan dengan
trukar, dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis
tengah, tusukan membuat sudut 45 derajat setelah trukar masuk, dimasukan
kateter dan trukar dilepas, kater difiksasi dengan benar sutra kulit.
3. Uretraplasti
Indikasi untuk uretroplasti adalah
membarikan dengan setriktura urethra panjang lebih 2 cm atau dengan fistel
urethrokutan atau penderita residif striktur pasca urethratomi sachse
Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada umunya
setelah daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau
kulit penis dan dengan free graf atau
pedikel graf yaitu dibuat tambung urethra baru dari kulit preputium atau kulit
penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
4.
Bedah endoskopi
Ø Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan
lokasi dan panjang striktura
Ø Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat
sachse adalah striktura urethra anterior atau posterior masih ada lumen
walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter dipasang
selama 2 hari pasca tindakan
Ø Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol
tiap minggu sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan
seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer kalau Q
maksimal <10 dilakukan bauginasi
5.
Otis uretomie
Ø Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura
urethra anterior terutama bagian distal dari pendulan urethra dan fossa
manicularis.
Ø Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan
striktura urethra
6.
Striktura urethra pada wanita
Ø Etiologi striktura pada wanita berbeda dengan laki – laki
, etiologi striktura urethra pada wanita radang kronis.Biasanya diderita oleh
wanita diatas 40 tahun dengan syndroma systitis berulang yaitu dysuria,
frekuensi dan urgency.
Ø Diagnosa striktura urethra dibuat dengan bougie aboul’e,
tanda khas dan pemeriksaan bougie aboul’e adalah pada waktu dilepas terdapat
flik atau hambatan.
Ø Pengobatan dari striktura urethra pada wanita dengan
dilatasi, kalau gagal dengan otis uretromi
J.
ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
1.
Pengkajian
terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi : pengumpulan data dan analisa
data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien
sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis. Pengumpulan data
meliputi.
2.
Biodata
klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
3.
Biodata
penanggung jawab meliputi :
4.
umur,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
5.
Keluhan
utama
Keluhan
utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak
dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra
(cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan
informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita pada masa lalu.
6.
Sistem pernafasan
Perlu dikaji
mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan
cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat
bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah
bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena
imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan
nafas.
7.
Sistem
kardiovaskuler
Mulai dikaji
warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan
auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah
dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
8.
Sistem
pencernaan
Yang dikaji
meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB.
Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem
ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan
nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah
untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat
genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan
benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu
miksi, serta bagaimana warna urine.
9.
Sistem
muskuloskeletal
Yang perlu
dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi
mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi
adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus
dan kekuatan ototnya menurun.
10.
Sistem
integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan
kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
11.
Sistem
neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf
cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
12.
Pola
aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur
uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan
kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi)
serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine).
Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian,
menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta
rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
13.
Data
psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri
(gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan
hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan
lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan
imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana
dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar
dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam
pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post
op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan :
harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek
penting untuk kesembuhan penyakitnya.
b.
Pemeriksaan fisik
Ø
Anamnesa secara lengkap (uretritis; trauma dengan kerusakan pada panggul, “stranddle injury”, instrumentasi pada uretra, pemakaian
tetap, dan kelaianan sejak lahir)
Ø
Inspeksi
Meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistula didaerah penis,
skrotum perineum, dan suprapublik.
Ø
Palpasi
Palpasi teraba jaringan perut sepanjang perjalanan uretra anterior pada
bagian ventral pada penis, muara fistula bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.
Ø
Colok dubur
Ø
Kalibrasi dengan tetap lunak (lateks) akan ditemuakn
hambatan
Ø
Kepastian diagnosis: uretrografi dan uretroskopi,
kemudian lakukan sitostomi: bipolar uretro-sistografi (dapat pula ditunjang
dengan uroflowmetri).
c.
Diagnosa keperawatan
1.
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan
perubahan jumlah urin
2.
Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
3.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi
pertahanan imunologi sekunder terhadap uremia
d.
Intervensi dan rasional
Diagnosa :
1.
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan perubahan
jumlah urin
Tujuan dan criteria hasil :
Ø
Menunjukan aliran urine lancar, dengan haluaran
urine yang adekuat
Intervensi
|
rasional
|
Observasi dan catat warna urine, selidiki penurunan atau pengeluaran
urine tiba-tiba
|
Penurunan aliran urine tiba-tiba
dapat mengindikasikan obstruksi atau disfungsi pada saluran kemih
|
Observasi dan catat warna urine. Perhatikan hematuria dan perdarahan
pada stoma
|
Urine yang seharusnya jernih, dapat kemerahan 2-3 hari. Penggarukan atau pencucian stoma dapat
menyebabkan rembesan sementara sehubungan dengan sifat jaringan vaskuler
|
Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat
|
Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
|
KOLABORASI :
Awasi elektrolit, GDA, kalsium
|
Gangguan fungsi ginjal pada pasien dengan saluran usus meningkatkan
risiko beratnya masalah elektrolit dan atau asam/basa. Peningkatan kadar
kalsium meningkatkan risiko pembentukan Kristal batu, mempengaruhi aliran
urine dan integritas jaringan
|
Berikan cairan IV sesuai indikasi
|
Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan aliran
urine.
|
2.
Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan dan criteria hasil :
Ø
Melaporkan nyeri berkuran/hilang/terkontrol
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (0-10) dan lamanya
|
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ketetapan
intervensi
|
Berikan tindakan kenyamanan
|
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
|
Pertahankan tirah baring bila di indikasikan
|
Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan
nyeri
|
KOLABORASI :
Lakuakn massase prostat
|
Membantu dalam duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi.
Kontra indikasi bila infeksi sudah terjadi
|
Berikan obat sesuai indikasi.
Contoh obat demerol
|
Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental
dan fisik
|
3.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi
pertahanan imunologi sekunder terhadap uremia
Tujuan dan criteria hasil :
Ø
Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
Intervensi
|
Rasional
|
Tingkatkan cuci tangan pada pasien
|
Menurunkan terjadinya resiko
|
Kaji integritas kulit
|
Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
|
Dorong napas dalam, batuk dan mengubah posisi sesering mungkin
|
Mencegah atelektasis dan memobilisasi secret untuk menurunkan resiko
infeksi paru
|
KOLABORASI :
Awasi pemeriksaan laboratorium. Contoh pemeriksaan SDP diferensial
|
Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum.
Leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/cedera
pada ginjal, perubahn diferensial kekiri menunjukan adanya infeksi
|
Ambil specimen untuk kultur
|
Memastikan infeksi, dan mengidentifikasi organisme
|
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary. 2009. Seri Asuhan Keperwatan Klien gangguam Ginjal. EGC.
Jakarta.
Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara.
Nursalam. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E, 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta.
Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2,
Jakarta.
Suddarth & Brunner, 2001,
Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC. Jakarta.