Rabu, 23 Mei 2012

Striktur uretra


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Striktur urethra adalah penyempitan atau pengerutan (konstriksi) lumen uretrra. Striktur uretra kemungkinan  kongenita dan didapat. Striktur uretra yang didapat dapat disebabkan trauma (kecelakaan, instrumentasi), infeksi (terutama gonore), dan tekanan tumor. Striktur uretra lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Hal ini disebabkan perbedaan anatomis, uretra pria lebih panjang dibandingkan dengan uretra wanita.

Penyempitan uretra yang disebabkan oleh infeksi kronik. Inflamasi menyebabkan hyperplasia lapisan uretra dan menyebabkan lumen menjadi sempit. Tumor juga dapat menekan ureter. Gejala utama striktur uretra adalah berkurangnya dras urine yang keluar dan kesulitan memulai berkemih.
 Gejala dan tanda yang lain berkaitan dengan ISK dan retensi urine.
















B.     TUJUAN

1.    Untuk mengetahui  definisi striktur urethra
2.    Untuk mengetahui penyebab striktur urethra
3.    Untuk mengetahui pathofisiologi striktur urethra
4.    Untuk mengetahui manifestasi striktur urethra
5.    Untuk mengetahui klasifikasi striktur urethra
6.    Untuk mengetahui komplikasi striktur urethra
7.    Untuk mengetahui penatalaksanaan striktur urethra
8.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang striktur urethra
9.    Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan striktur urethra





























BAB II
ISI
A.    DEVINISI

Striktura urethra adalah berkurangnya diameter dan atau elastisitas urethra yang di sebabkan oleh jaringan urethra diganti jaringan ikat yang kemudian mengkerut menyebabkan lumes urethra mengecil.

Striktur urethra adalah penyempitan atau pengerutan (kontriksi) lumen uretra.

Striktur uretrhra adalah kondisi dimana suatu bagian dari urethra meyempit.

B.     ETIOLOGI
Etiologi striktura urethra :
1.    Striktura urethra bisa terjadi secara congenital, misalnya congenital meatusstenosis, klep urethra posterior.
2.    Striktura urethra yang di dapat bisa terjadi karena uretritis gonorrhoika atau nongonorrhoika, akibat rupture urethra anterior maupun posterior, yatrogenik seperti rupture urethra akibat instrumentasi, pemasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis tekanan di daerah penoskrotal.
3.    Penyebab terbanyak adalah kerena rupture anterior maupun posterior.

C.    PATHOFISIOLOGI
Ø Trabekulosi, sakulasi dan divertikel
            Pada striktura urethra kandung kemih harus berkontrasi lebih kuat, sesuai dengan hokum starling.Maka otot kalua di beri beban akan berkontrasi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah jadi.Pada striktura urethra otot buli – buli mula – mula akan menebal akan terjadi tuberkolasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel.Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di  buli – buli , jadi divertikel buli – buli adalah tonjolan mukosa keluar buli – buli tanpa dinding otot
Ø Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli – buli berkontraksi lebih kuat tidak timbul residu. Pada fese dekompensasi maka akan timbul residu.Residu adalah dimana setelah kencing masaih ada urin dalam kandung kemih.Dalam keadaan normal residu tidak ada.
Ø Refluks vesiko urethral
            Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine di keluarkan buli – buli melalui urethra.Pada striktura urethra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine di dalam buli – buli akan masuk kembali kedalam urethra bahkan sampai ginjal.
Ø Infeksi saluran kemih dan gijal
Dalam keadaan normal, buli – buli dalam kedaan seteril.Salah satu cara tubuh mempertahankan buli – buli dalam keadaan seteril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli – buli waktu buang air kecil.Dalam keadaan dekompensasi makan akan terjadi residu, akibatnya maka buli – buli mudah erkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli – buli akan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut mauupun kronik yang akhirnya timbu gagal ginjal dengan segala akibatnya.
Ø Infiltrat urine, abases, dan fistulasi
Adanya sumbatan pada urethra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inbibisi urine keluar buli – buli atau urethra proksimal dari striktu.Urie yang terinfeksi keluar dari buli – buli atau urethra menimbulkan infiltrate urine kalau tidak di obati infiltrate urine akan timbu abses, abses pecah timbul fistel di suprapubis atau urethra proksimal dari striktur


D.    PATHWAY
 











































E.     MANIFESTASI KLINIS

Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran meengecil, pancaran bercabang, dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah/nanah didaerah perineum, skrotum dan terkadang timbul berck darah dicelana dalam, bila terjadi infeksi sitemik, warna urine penderita bisa keruh.

F.     KLASIFIKASI

Striktur urethra dibagi dalam 3 jenis, yaitu :
1.    Striktur urethra congenital
     Striktur urethra congenital sering terjadi di fossa nafikularis dan pars membranasae. Sifat striktura ini adalah stationer.
2.    Striktur urethra traumatic
          Trauma pada daerah kemaluan dapat menimbulkan rupture uretra. Timbul striktura traumatic dalam waktu 1 bulan. Striktura akibat trauma lebih progresif dari pada striktura akibat infeksi. Pada rupture uretra ditemukan hematuri gross.
3.    Striktur akibat infeksi
          Striktura jenis ini biasanya disebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat dari pada striktura traumatic.

G.    KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada striktur urethra, yaitu :
Ø Infeksi saluran kemih.
Ø Gagal ginjal.
Ø Refluks vesio uretra.
Ø Retensi urine.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium
Ø  Urine dan urine kultur untuk melihat adanya infeksi
Ø  Ureum dan kreatinin untuk melihat faal  ginjal


2.      Radiologi
Ø  Diagnosa pasti dapat di buat dengan uretrogafi
Ø  Retrogade uretrografi untuk melihat urethra anterior
Ø  Antergrade uretrogafi untuk melihat urethra posterior
Ø  Bipoler  uretrogafi adalah kombinasi ari pemeriksaan antegrade dan retrogade
Ø  Dengan pemeriksaan ini diharapkan dismping dapat dibuat diagnosis striktura urethra juga dapat ditentukan panjang striktura, ini penting untuk perancanaan terapi/operasi
3.      Uretroskopi
Ø  Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara langsung andanya striktura
4.      Uroflometri
Pemeriksaan untuk menentukan jumlah urine yang dipancarkan per detik normal flow maksimum laki – laki adalah 15 ml/det wanita 25 ml/det.
5.      Uretrosistografi
Uretrosistografi kedalam lumen uretra dimasukan kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh saluran uretra dan buli-buli. Dari foto tersebt dapat ditentukan :
Ø  Lokalisasi struktur : apakah terletak proksimal atau distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi
Ø  Besar kecilnya striktura
Ø  Panjangnya stiktura
Ø  Jenis striktura

I.       PENATALAKSANAAN

1.      Terapi
Ø  Kalau penderita datang dengan retensio urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrogafi untuk memastikan adanya striktura urethra.
Ø  Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi baru kemidian dibuat uretrografi.


2.      Trukar Cystostomi
Ø  Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine, dilakukan cystostomi
Ø  Tindakan cystostomie dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis tengah, tusukan membuat sudut 45 derajat setelah trukar masuk, dimasukan kateter dan trukar dilepas, kater difiksasi dengan benar sutra kulit.

3.      Uretraplasti
            Indikasi untuk uretroplasti adalah membarikan dengan setriktura urethra panjang lebih 2 cm atau dengan fistel urethrokutan atau penderita residif striktur pasca urethratomi sachse

            Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada umunya setelah daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graf  atau pedikel graf yaitu dibuat tambung urethra baru dari kulit preputium atau kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
4.      Bedah endoskopi
Ø  Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan panjang striktura
Ø  Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura urethra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari pasca tindakan
Ø  Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap minggu sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer kalau Q maksimal <10 dilakukan bauginasi
5.      Otis uretomie
Ø  Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra anterior terutama bagian distal dari pendulan urethra dan fossa manicularis.
Ø  Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan striktura urethra
6.      Striktura urethra pada wanita
Ø  Etiologi striktura pada wanita berbeda dengan laki – laki , etiologi striktura urethra pada wanita radang kronis.Biasanya diderita oleh wanita diatas 40 tahun dengan syndroma systitis berulang yaitu dysuria, frekuensi dan urgency.
Ø  Diagnosa striktura urethra dibuat dengan bougie aboul’e, tanda khas dan pemeriksaan bougie aboul’e adalah pada waktu dilepas terdapat flik atau hambatan.
Ø  Pengobatan dari striktura urethra pada wanita dengan dilatasi, kalau gagal dengan otis uretromi

J.      ASUHAN KEPERAWATAN

a.       Pengkajian
1.    Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi : pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis. Pengumpulan data meliputi.
2.    Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
3.    Biodata penanggung jawab meliputi :
4.    umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
5.    Keluhan utama
Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
6.    Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
7.      Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
8.      Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
9.      Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
10.  Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
11.  Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.

12.  Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
13.  Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
b.      Pemeriksaan fisik
Ø Anamnesa secara lengkap (uretritis; trauma dengan kerusakan pada panggul, “stranddle injury”, instrumentasi pada uretra, pemakaian tetap, dan kelaianan sejak lahir)
Ø    Inspeksi
Meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistula didaerah penis, skrotum perineum, dan suprapublik.
Ø    Palpasi
Palpasi teraba jaringan perut sepanjang perjalanan uretra anterior pada bagian ventral pada penis, muara fistula bila dipijat mengeluarkan getah/nanah.

Ø    Colok dubur
Ø    Kalibrasi dengan tetap lunak (lateks) akan ditemuakn hambatan
Ø Kepastian diagnosis: uretrografi dan uretroskopi, kemudian lakukan sitostomi: bipolar uretro-sistografi (dapat pula ditunjang dengan uroflowmetri).

c.       Diagnosa keperawatan
1.    Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan perubahan jumlah urin
2.    Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi sekunder terhadap uremia

d.      Intervensi dan rasional
Diagnosa :
1.    Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan perubahan jumlah urin
Tujuan dan criteria hasil :
Ø Menunjukan aliran urine lancar, dengan haluaran urine yang adekuat

Intervensi
rasional
Observasi dan catat warna urine, selidiki penurunan atau pengeluaran urine tiba-tiba
Penurunan aliran  urine tiba-tiba dapat mengindikasikan obstruksi atau disfungsi pada saluran kemih
Observasi dan catat warna urine. Perhatikan hematuria dan perdarahan pada stoma
Urine yang seharusnya jernih, dapat kemerahan 2-3 hari.  Penggarukan atau pencucian stoma dapat menyebabkan rembesan sementara sehubungan dengan sifat jaringan vaskuler
Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat
Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
KOLABORASI :
Awasi elektrolit, GDA, kalsium

Gangguan fungsi ginjal pada pasien dengan saluran usus meningkatkan risiko beratnya masalah elektrolit dan atau asam/basa. Peningkatan kadar kalsium meningkatkan risiko pembentukan Kristal batu, mempengaruhi aliran urine dan integritas jaringan
Berikan cairan IV sesuai indikasi
Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan aliran urine.

2.    Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan dan criteria hasil :
Ø Melaporkan nyeri berkuran/hilang/terkontrol
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (0-10) dan lamanya
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/ketetapan intervensi
Berikan tindakan kenyamanan
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
Pertahankan tirah baring bila di indikasikan
Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun, ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri
KOLABORASI :
Lakuakn massase prostat

Membantu dalam duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi. Kontra indikasi bila infeksi sudah terjadi
Berikan obat sesuai indikasi.
Contoh obat demerol

Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik

3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi sekunder terhadap uremia
Tujuan dan criteria hasil :
Ø Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
Intervensi
Rasional
Tingkatkan cuci tangan pada pasien
Menurunkan terjadinya resiko
Kaji integritas kulit
Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
Dorong napas dalam, batuk dan mengubah posisi sesering mungkin
Mencegah atelektasis dan memobilisasi secret untuk menurunkan resiko infeksi paru
KOLABORASI :
Awasi pemeriksaan laboratorium. Contoh pemeriksaan SDP diferensial

Meskipun peningkatan SDP dapat mengindikasikan infeksi umum. Leukositosis umum terlihat pada GGA dan dapat menunjukan inflamasi/cedera pada ginjal, perubahn diferensial kekiri menunjukan adanya infeksi
Ambil specimen untuk kultur
Memastikan infeksi, dan mengidentifikasi organisme

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, mary. 2009. Seri Asuhan Keperwatan Klien gangguam Ginjal. EGC. Jakarta.

Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara.

Nursalam. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta.
Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.
Suddarth & Brunner, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC. Jakarta.