Kendala transplantasi ginjal
di Indonesia masih tinggi. Tidak hanya biaya, namun juga ketersediaan
donor. Padahal, tranplantasi adalah pilihan terbaik untuk penderita
gagal ginjal
Penyakit
ginjal kronik yang sudah masuk stadium 5 dengan gejala dan tanda uremia
memerlukan terapi pengganti ginjal, seperti dialisis atau
transplantasi. Dialisis terdiri dari hemodialisis dan dialisis
peritoneal. Dialisis peritoneal dilakukan dengan menggunakan peritoneum
sebagai membran semipermeabel. Darah yang mengalir pada pembuluh di
peritoneum dialirkan dengan cairan dialisat di kavum Douglasi dan
diharapkan akan terjadi ultrafiltrasi.
Sedangkan
hemodialisis secara langsung mengalirkan darah pembuluh ke dalam mesin
untuk disaring dengan membrane dan cairan dialisat.
Dialisis peritoneal merupakan teknik yang masih dipakai di beberapa rumah sakit
karena tidak membutuhkan peralatan canggih seperti hemodialisis, dengan
biaya yang relatif murah. Namun, tidak semua kasus dapat diatasi dengan
dialisis peritoneal. Terapi ini terutama digunakan untuk gagal ginjal
akut, pediatrik, geriatrik, atau pasien gawat darurat. Untuk kebanyakan
kasus gagal ginjal, hemodialisis lebih optimal untuk dilakukan.
Dijelaskan Prof. DR. Dr. Endang Susalit SpPD-KGH, Kepala Divisi Ginjal Hipertensi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, meski transplantasi ginjal adalah
yang paling ideal, namun bukan berarti dapat dipastikan pasien langsung
sembuh setelah mengalami prosedur cangkok. "Tetap diperlukan kontrol
teratur dari pasien," ujar Endang. Tapi, transplantasi ginjal lebih
unggul baik dari segi prosedur, kualitas hidup, ketergantungan pada
fasilitas medik, dan biaya. "Pasien dengan cangkok ginjal tidak merasa
lagi sakit ginjal dan dapat hidup dengan normal," ujarnya
Transplantation The Best
Di
Indonesia, transplantasi ginjal pertama kali dilakukan di RSCM tanggal
11 November 1977, yang dipimpin oleh Prof. Otta dari Tokyo dengan ginjal
donor berasal dari adik pasien. DR. Dr. David Manuputty, SpB, SpU(K)
mengungkapkan Prof. Otta membantu cangkok ginjal pada 2 pasien pertama
di RSCM. Operasi ketiga baru dilakukan seluruhnya oleh anak bangsa.
Pasien ketiga yang menerima transplantasi ginjal adalah seorang dokter
yang bernama Anom pada tahun 1978. Hingga saat ini Dr. Anom masih hidup
dan merupakan pasien terlama yang mengalami cangkok ginjal. "Saat
menjalani operasi itu, dokter Anom baru saja lulus kuliah kedokteran,"
kata David. Hal ini membuktikan bahwa transplantasi ginjal merupakan
terapi yang terbaik yang bisa dilakukan untuk mengatasi gagal ginjal.
Untuk pendonor, tidak ada yang perlu dikhawatirkan hidup dengan satu ginjal. "Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan menjadi donor karena setiap orang bisa tetap hidup normal dengan satu ginjal," kata David. "Bahkan anggota TNI pun bisa tetap melakukan aktivitas seperti biasa setelah memberikan ginjalnya." Pendonor pada operasi transplantasi pertama di Indonesia tahun 1977, Luciana Tjiusnoyo, hingga saat ini masih tampak sehat dan hidup normal dengan satu ginjal. Saat itu Luci memberikan ginjalnya pada kakaknya, Fredy Tjiusnoyo. Tidak salah jika David selalu menekankan tidak ada kerugian dengan mendonorkan ginjal. Pasalnya, sejak tahun 1977 baru 500 cangkok ginjal yang telah dilakukan. Padahal, ada 70 ribu pasien gagal ginjal di Indonesia yang dapat diterapi dengan cangkok ginjal. Keterbatasan donor menjadi salah satu penyebab transplantasi sulit dilakukan. Jumlah donor di Indonesia masih sangat kecil, hanya 15 donor ginjal per tahunnya, dibandingkan dengan 2.000 kasus baru penyakit ginjal kronik tahap akhir per tahunnya.
Data
di atas menggambarkan kondisi yang sama dengan apa yang dipaparkan
dalam The Triennial Conference of The Asian Society of Transplantion
(CAST) tahun 2005, bahwa dari kebutuhan 73 ribu ginjal di Negara
berkembang hanya terpenuhi 36 persen. Sedangkan kebutuhan Negara dunia
ketiga akan 350 ribu ginjal hanya terpenuhi sbanyak 1,6 persen.
The Burden of Cost
Kendala
lain untuk melakukan transplantasi ginjal adalah dari sisi biaya. Cukup
banyak pasien yang tidak memiliki biaya transplantasi, meski sudah ada
keluarga yang mau menjadi donor.
Namun
menurut Dr. Indrawati Sukadis, Koordinator Tim Transplantasi Ginjal RS
Cikini, biaya transplantasi ginjal di dalam negeri lebih rendah
dibandingkan di luar negeri. "Subsidi biaya operasi transplantasi dan
sebagian obat imunosupresif dari ASKES meringankan beban biaya
transplantasi, " ujarnya. Indrawati mendapatkan kesimpulan tersebut dari
penelitian yang dilakukan bersama koleganya dengan mewawancarai 20
pasien pasca transplantasi ginjal antara tahun 1996 hingga 2006.
Sebanyak 15 pasien menjalani transplantasi di dalam negeri (10 orang di
RS Cikini dan 5 pasien dari rumah sakit lainnya), dan 5 pasien menjalani
transolantasi di luar negeri yaitu China dan Singapore. Data yang
dicatat adalah total biaya transplantasi ginjal termasuk biaya
persiapan, perawatan preoperative, operative, dan pasca operative, lama
perawatan, dan summer donor. Namun tidak termasuk obat imunosupresif,
obat induksi, obat kegawatan, dan HD bila diperlukan.
Persiapan
transplantasi ginjal di RS dalam negeri berkisar dari Rp 28,5 hingga Rp
35 juta. Total biaya transplantasi di dalam negeri adalah Rp 80 hingga
Rp 250 juta. Padahal untuk biaya total transplantasi di luar negeri akan
menghabiskan biaya sebesar US$ 11 - 62 ribu atau sekitar Rp 100 hingga
Rp 570 juta.
Klasik dan Modifikasi
Pusat
transplantasi ginjal di Indonesia tersebar di 11 tempat diantaranya RS
Cikini tercatat telah melakukan transplantasi sebanyak 277 kali, RSCM 35
kali, RS Kariadi 48 kali, RS Gatot Subroto 49 kali, RS Sutomo 31 kali,
RS Sardjito 32 kali, RS Pringhadi 2 kali.
David
mengatakan, sebelum operasi harus dilakukan beberapa persiapan, yaitu
evaluasi medik, etik, dan legal yang dilakukan oleh nefrologi.
Selanjutnya menentukan sisi ginjal donor, dan dipilih fosa iliaka kanan
resipien, kecuali terdapat kelainan pada sisi kanan. "Ginjal yang
diambil untuk didonorkan adalah ginjal yang paling jelek dan paling
kecil," ujar David. Pencitraan donor dilakukan dengan BNO-IVP,
aortografi, arteriografi selektif, dan CT-angiografi. "CT-Angiography 3
dimensi dengan dan tanpa kontras memberikan hasil yang memuaskan dalam
identifikasi batu, gambaran anatomi ginjal-collecting system dan
vaskularisasi. Prosedur ini mempunyai morbiditas minimal," kata David.
Setelah
ginjal diambil, harus segera dilakukan 'penanaman' pada resipien.
"Bahkan dengan suhu ruang yang sudah diturunkan menjadi 4°C, metabolisme
ginjal masih sepuluh persen," ujar David.
Teknik
transplantasi ginjal di Indonesia awalnya dilakukan dengan menggunakan
teknik klasik. "Kira-kira pada 20 kasus pertama," ujar David. Pada
teknik itu, ginjal kanan disambungkan dengan iliaka kiri dan ginjal kiri
dengan iliaka kanan. Anastomosis arteri terlebih dahulu. Sedangkan
arteri renalis disambungkan end to end ke arteri iliaka interna dan vena
renalis disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna. "Pada teknik
klasik ini harsu membongkar lebih banyak dan bukaan yang terlalu luas
timbul. Efeknya, komplikasi seperti perdarahan bisa timbul," kata David.
Teknik
yang banyak digunakan sekarang adalah teknik modifikasi. Ginjal kiri
atau kanan disambungkan ke iliaka kanan. "Alasannya, karena pembuluh
darah lebih superficial, lebih ke permukaan," kata David. Pada teknik
modifikasi dilakukan vena dianastomosis lebih dahulu. Vena renalis
disambungkan end to side ke vena iliaka eksterna dan arteri renalis
disambungkan end to side ke arteri iliaka eksterna. Maka, teknik
modifikasi lebih baik daripada teknik klasik karena waktu pengerjaan
lebih singkat. "Jika operasi dimulai pukul 08.00 maka pukul 11.30 sudah
selesai," kata David. Dengan teknik modifikasi akan lebih sedikit
komplikasi yang terjadi, terutama hematoma.
Hematoma
merupakan komplikasi yang sering terjadi. David mengatakan dari 305
operasi cangkok ginjal, hematoma terjadi pada 11 kasus atau sebesar 3,6
persen. Di urutan kedua adalah stenosis ureter sebanyak 6 kasus atau 1,5
persen. Nekrosis ureter distal sebanyak 4 kasus atau 1,2 persen, emboli
paru dan stenosis arteri renalis masing-masing sebanyak 1 kasus atau
0,3 persen.
Donor Keluarga, Lebih Berhasil.
Risiko
pasti akan ada dalam setiap tindakan transplantasi. Dengan ditanamkan
organ baru, maka akan dianggap benda asing oleh tubuh. Sistem imun
membuat antibody mencoba membunuh organ baru, meski menguntungkan tubuh.
Medikasi diberikan agar system imun menerima hasil tranplan dan bukan
menganggapnya benda asing. Obat yang diberikan antara lain cyclosporine,
tacrolimus, azathioprine, mycophenolate mofetil, prednisone, OKT3, dan
antithymocyte Ig (ATGAM).
Dr.
Indrawati Sukadis, mengatakan, tingkat keberhasilan operasi ginjal
lebih tinggi bila donor berasal dari seseorang yang memiliki pertalian
darah (related donor). "Keberhasilan mencapai 90 persen," ujarnya.
Menurut
catatan David, 233 kasus transplantasi berasal dari donor hidup related
dan 44 non-related. Dari kasus non related itu, sebanyak 6 kasus adalah
donor ginjal yang berasal dari istri kepada suaminya. Sedangkan tidak
ada kasus dengan donor yang berasal dari cadaver.
Sumber: Farmacia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar