A.
PENGERTIAN
Lepra adalah penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh microbakterium leprae yang menyerang saraf perifer
dan kulit penderita. Lepra terutama didapatkan dari daerah tropis dan subtropis
yang udaranya panas dan lembab pada lingkungan hidup yang tidak sehat.
(Prof. Dr. Soedarto. 2009.hal 145)
Penyakit kusta adalah penyakit
kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Leprae (M.Leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian
atas, sistem retikulo endotelial, mata otot, tulang dan testis.
(Marwali Harahap.2000.hal.260)
Penyakit kusta adalah salah satu
penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya
dari segi medis (misal: penyakit atau kecacatan fisik), tetapi juga meluas
sampai masalah sosial dan ekonomi.
(Dwi
Rahariyani Loetfia. 2007.hal. 56)
Penyakit kusta adalah penyakit yang
sangat ditakuti,karena merupakan penyakit menahun, sukar disembuhkan serta
membawa akibat-akibat psikologis dan sosial.
(Entjang Indan. 2000. Hal. 56)
B.
Klasifikasi
Masa inkubasi lepra berlangsung
lama, antara beberapa minnggu sampai 12 tahun. Terdapat 2 jenis lepra, yaitu :
1. Lepra
tuberkuloid
Pada lepra tuberkuloid gejala awal yang tampak
berupa kelainan motorik, kelainan sensorik dan kelainan trofik pada alat gerak
penderita. Kelainan kulit pada lepra tuberkuloid berbeda jenis dari kulit
normal disekitarnya. Lesi kulit lepra tuberkuloid tidak peka terhadap rasa
nyeri dan rasa raba.
2. Lepra
lepromatus
Gejala lepra jenis lepromatus diawali dengan
terjadinya makula pre-lepromatus berupa eritema dengan batas tidak jelas dengan
kulit normal disekitarnya. Lesi berkembang menjadi makula lepromatus yang difus
dan infiltratif dan terutama mula-mula terbentk didaerah wajah dan lobus
telinga. Kadang-kadang lepra lepromatus dapat berlangsung akut dengan demam berulang, nyeri sepanjang saraf
perifer, lalu timbul kelainan kuit yang segera menghilang kembali.
Kerusakan saraf perifer menimbulkan
gangguuan gerak otot dan kelemahan oytot disertai hilangnya kemampuan sensorik
dan rasa raba. Rasa tebal atau hilangnya ras raba terutama terjadi pada lengan,
tangan, dan kaki. Penderita lepra dapat kehilangan fungsi tangan dan kakinya.
(Prof. Dr. Soedarto. 2009.hal 145)
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang
penelitian adalah klasifikasi menurut ridley dan jopling yang mengelompokan
kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran
klinik,bakteriologik,histopatologik dan imunologik.Sekarang klasifikasi ini secara luas dipakai diklinik
dan untuk pemberantasan.
1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid {TT}
Lesi
ini mengenai kulit dan saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa,dapat berupa
macula atau plakat,batas jelas dan bagian tengah dapat ditemukan lesi yang
mengalami regresi atau penyembuhan ditengah. Permukan lesi dapat bersisik dengan
tepi yang meninggi,bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis. Gejala ini dapat
disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba,kelemahan otot dan
sedikit rasa gatal.
2. Tipe borderline tuberkuloid {BT}
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT,yakni berupa makula anestesi atau
plak yang sering disertai lesi satelit
di pinggirnya,jumlah lesi satu atau beberapa,tetapi gambaran
hipopigmentasi,kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada tipe
tuberkuloid. Gangguan saraf tidak seberat pada tipe tuberkuloid
dan biasanya asimetrik.Biasanya ada lesi satelit yang terletak dekat saraf
perifer yang menebal.
3. Tipe
borderline-borderline {BB}
Tipe
BB merupakan tipe yang paling tidak stabil dari smua spectrum penyakit
kusta.Tipe ini disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai. Lesi
dapat berbentuk makula infiltrate. Permukaan lesi dapat mengkilat,batas lesi
kurang jelas jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe borderline tuberkuloid
dan cenderung simetrik. Lesi sangat bervariasi baik ukuran,bentuk dan
distribusinya. Bisa didapat lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval
pada bagian tengah,batas jelas yang merupakan ciri khas tipe ini.
4. Tipe borderline lepromatous {BL}
Secara klasik lesi
dimulai dengan makula. Awalnya dalam jumlah sedikit,kemudian dengan cepat
menyebar keseluruh badan. Makula disini lebih jelas dan lebih bervariasi
bentuknya.walau masih kecil, papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi
yang hampir simetrik
Dan beberapa nodus
tampak melekuk pada bagian tengah . lesi bagian tengah sering tampak normal
dengan pinggir didalam infiltrate lebih jelas disbanding pinggir luarnya,dan
beberapa plak tampak seperti punched-out.
Tanda-tanda
kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi,hipopigmentasi,berkurangnya keringat
dan gugurnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous
dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit.
5. Tipe
lepromatous-lepromatous {LL}
Jumlah lesi sangat
banyak,simetrik,permukaan halus,lebih eritem,mengkilat berbatas tidak tegas dan
tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.distribusi
lesi khas,yakni diwajah mengenai dahi,pelipis dagu,kuping telinga,sedangkan
dibadan mengenai belakang yang dingin,lengan,punggung tangan,dan permukaan ekstensor
tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif
,kuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies
leonine yang dapat disertai madarosis ,iritis,dan keratitis. Lebih lanjut lagi
dapat terjadi deformitas pada hidung . dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe
,orkitis, yang selanjutnya dapat menjadi atropitestis. Kerusakan saraf dermis
menyebabkan gejala stocking dan glove
anaesthesia.
(Marwali Harahap.2000.hal.263)
Menurut WHO, kusta dibagi menjadi 2 :
1. Multibasiler
(MB), berarti mengandung banyak basil. Tipenya adalah BB, BL, dan LL.
2. Pausibasiler
(PB), berarti mengandung sedikit basil. Tipenya adalah TT, BT, dan I.
(Lutfia dwi rahariyani.2007.hal 59)
C.
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Miko bacterium lepra (Mycobacterium
leprae,M.leprae).
Secara
morfologik,M.leprae berbentuk pleomorf lurus,batang panjang,sisi pararel dengan
kedua ujung bulat,ukuran 0,3-0,5x1-8 mikron.basil ini berbentuk batang gram
positif,tidak bergerak dan tidak berspora,dapat tersebar atau dalam berbagai
ukuran bentuk kelompok,termasuk masa ireguler besar yang disebut globi.
Beberapa
tahun terakhir ini terlihat perkembangan dalam bidang penelitian penyakit
kusta.Telah ditemukan struktur kimia suatu antigen,terutama phenolicglycolipid (PGL),sehingga menghasilkan
revolusi dalam serodiagnosis penyakit kusta. Antigen ini ternyata dapat
ditemukan pada jaringan Armadillo yang terinfeksi dengan M.leprae. PGL terdiri
dari 3 macam yakni PGL-I,PGL-II dan PGL-III.
M.leprae adalah basil obligat
intraseluler yang terutama dapat berkembang biak di dalam sel schwann saraf dan
makrofag kulit,basil ini dapat ditemukan dimana-mana,misalnya didalam
tanah,air,udara dan pada manusia terdapat permukaan kulit , rongga hidung dan
tenggorokan. Basil ini dapat berkembang biak di otot polos atau otot bergaris
sehingga dapat ditemukan pada otot erector pili,otot dan endotel kapiler,otot
diskrotum,dan otot diiris mata.Basil ini dapat ditemukan dalam folikel
rambut,kelenjar keringat,secret hidung,mukosa hidungdan daerah erosi atau ulkus
pada penderita tipe borderline dan lepromatous.
Adanya distribusi lesi yang secara
klinik predominan pada kulit,mukosa hidung dan saraf perifer superficial
menunjukan pertumbuhan basil ini cenderung menyukai temperatur kurang dari
37◦c.
Bagian
tubuh yang dingin seperti saluran pernapasan,testis,ruang anterior mata,dan
kulit terutama kuping telinga ,dan jari,merupakan tempat yang biasa diserang.
Sarah perifer yang terkena,terutama yang superficial,dan bagian kulit yang
dingin cenderung paling banyak mengalami anestesi.
(Marwali Harahap.2000.hal.261)
D.
Manifestasi
klinis
Gejala lepra berkembang sangat
lambat. Gejala pertamanya berupa penebalan pada kulit yang berubah warnanya
berupa bercak keputih-putihan (macula hypopigmentasi) yang kurang atau hilang
perasaannya (anestesia). Pengenalan tanda pertama ini sangat penting untuk
berhasilnya pengobatan dan pencegahan kecacatan akibat lepra. Bila mengenai
kulit muka akan mengakibatkan tampang seseorang menjadi sangat menakutkan yang disebut
facies leonina (muka singa).
Terkenanya sistem saraf ditandai dengan terjadinya
gangguan perasaan (tuna rasa), gangguan tropik terhadap tulang dan otot,
kelumpuhan dan borok-borok karena terganggunya peredaran zat. Gerakan anggota
badan (lengan dan kaki) terganggu dan menimbulkan kecacatan. Mycobacterium
leprae dapat pula menyerang mata sehingga buta, menyerang alat alat dalam
seperti paruparu, ginjal dan sebagainya.
(dr. Indah entjang.2000.hal 55)
Diagnosis didasarkan pada gambaran
klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995),diagnosis kusta
ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut :
1. Adanya
lesi yang khas dan kehilangan sensibilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya
hipopigmentasi atau kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi
dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan
gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja
tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan
tanda kusta.
2. BTA
positif
Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari
kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai
atau diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau
penyakit lain.
(arif mansjoer.2000.hal 66)
E.
Patogenesis
Setelah M. Leprae masuk kedalam
tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.
Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat imunitas
selular (celluler mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular
tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah berkembang
kearah lepromatosa. M. Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih
tinggi, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat
penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat
disebut sebagai penyakit imunologik.
(arif
mansjoer.2000.hal 66)
F.
Cara
penularan
Melalui kontak langsung maupun
tidak langsung, melalui kulit yang ada lukanya atau lecet, dengan kontak yang
lama dan berulang-ulang. Lepra merupakan penyakit yang tidak mudah menular.
Lepra hanya ditularkan melalui kontak erat dalam
waktu lama dengan penderita lepra yang berada pada stadium reaktif. Penularan
didalam lingkungan keluarga, misalnya antara ibu penderita lepra dengan anaknya
atau suaminya. Anak-anak lebih sering terinfeksi kuman lepra dibanding orang
dewasa.
(dr. Indah entjang.2000.hal 55),
(Prof. Dr. Soedarto. 2009.hal 145)
G.
Penyuluhan
Penyakit lepra merupakan penyakit
yang sangat ditakuti, karena merupakan penyakit menahun, sukar disembuhkan serta
membawa akibat akibat psikologis dan sosial. Rasa takut ini kadang-kadang
sangat berlebihan sehingga tidak rasional lagi (phobi). Untuk menghilangkan
lepro-phobi dalam masyarakat, perlu penerangan kepada masyarakat bahwa:
1. Penyakit
lepra tidak mudah menular.
2. Lepra
hanya menular melalui kontak yang lama dan berulang ulang dengan penderita yang
dalam taraf menularkan. Sebagian besar dari para penderita lepra tidak dalam keadaan
dapat menularkan penyakitnya.
3. Penyakit
lepra dapat disembuhkan, asal penderita berobat secara teratur selama beberapa
tahun.
4. Lepra
adalah suatu penyakit dan bukan kutukan Tuhan.
5. Penyakit
lepra bukan keturunan, penderita dapat menikah dan mempunyai anak-anak yang
sehat.
6. Pengenalan
penyakitnya pada tingkat awal sangat penting, agar pengobatan dapat segera
diberikan seingga mencegah perkembangan lepra menjadi bentuk yang berat.
7. Rasa
takut yang tidak wajar (leprophobi) menyebabkan kelangsungan penyakit ini dalam
masyarakat dan menghambat pemberantasannya. Penderita tidak boleh
disembunyikan, melainkan harus segera diobati.
(dr. Indah entjang.2000.hal 56)
H.
Pencegahan
dan Pemberantasan
Mycobacterium lepra hanya dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan tidak pada hewan. Juga penularannya
melalui kontak yang lama karena
pergaulan yang rapat dan berulang ulang, karena itu penyakit ini akan hilang
dengan sendirinya dengan perbaikan hygiene pribadi dan perbaikan hygiene
lingkungan.
Usaha pencegahan untuk pribadi adalah menghindari
kontak dengan penderita. Bila kontak ini tak dapat dihindari maka hygiene badan
cukup menjamin pencegahannya. Kebersihan badan, mandi pakai sabun, kebersihan
pakaian, hygiene lingkungan yang baik dan makanan yang sehat cukup kwalitas dan
kwantitasnya. Jika luka-luka kecil terjadi maka pengobatan dan pemeliharaan
kebersihannya mutlak.
Usaha pencegahan untuk masyarakat, dilaksanakan
dengan menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua penderita.
Dahulu pemberantasan lepra dijalankan dengan mengasingkan semua penderita dari
masyarakat. Dengan demikian diharapkan sumber-sumber penularan dalam masyarakat
akan habis sehingga tidak ada lagi penularan baru.
Tapi dengan cara ini hasilnya tidak baik karena:
1. Sejumlah
penderita yang tidak mau diasingkan akan menyembunyikan dirinya dan mereka akan
tetap merupakan sumber penularan dalam masyarakat.
2. Pengasingan,
menyebabkan penderita lepra terasing dari keluarga dan masyarakat untuk waktu
lama, hal ini akan menyulitkan pemulihan mereka ke dalam masyarakat bila mereka
sembuh.
3. Leprophobi
yang masih ada dalam masyarakat akan semakin bertambah, hal mana akan
menyulitkan usaha pemberantasannya.
Mengingat bahwa pengobatan dapat
menghentikan penularan maka pemberantasannya dilakukan dengan 3 usaha pokok
yaitu :
1. Mencari
dan menemukan semua penderita (case finding) dalam masyarakan untuk diberikan
pengobatan yang sebaik-baiknya.
2. Mengobati
dan mengikuti penderita (case holding)
a) Pengobatan
dilaksanakan di poliklinik yang semudah mungkin dicapai penderita.
b) Bila
penderita tidak datang berobat ke poliklinik, dilakukan kunjungan rumah untuk
diberikan pengobatan dan penerangan.
c) Setiap
penderita pindah alamat harus diikuti dengan teliti agar ia tidak lepas dari
pengobatan dan perawatan. Hal ini perlu dilakukan karena jangka waktu
pengobatannya sangat lama, minimal 3 tahun terus-menerus.
3. Pendidikan
kesehatan tentang penyakit lepra kepada masyarakat :
a) Agar
masyarakat mempunyai pengertian yang wajar tentang penyakit lepra tanpa
membesar-besarkannya maupun mengecilkannya.
b) Agar
masyarakat dapat mengenal gejala penyakit lepra pada tingkat awal, sehingga
pengobatan dapat segera diberikan supaya menyembuhkan penyembuhan dan mencegah
terjadinya kecacatan.
c) Agar
masyarakat tahu bahwa penyakit lepra dapat disembuhhkan asal pengobatan
dilaksanakan secara teratur. Pentingnya pengobatan ini tidak hanya untuk
penyembuhan saja. Melainkan juga untuk mencegah penularan kepada anggota
keluarga dan masyarakat disekitarnya.
d) Agar
masyarakat menyadari bahwa penghuni serumah (contact person) harus memeriksakan
diri setiap tahun untuk menemukan kasus-kasus yang dini.
(dr. Indah entjang.2000.hal 55)
I.
Pengobatan
Tujuan utama program pemberantasan penyakit kusta adalah memutuskan
rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit,mengobati dan menyembuhkan
penderita serta mencegah timbulnya cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai
sekarang strategi pokok yang dilakukan masih didasarkan atas deteksi dini dan
pengobatan penderita , yang tampaknya masih tetap diperlukan walaupun nanti
vaksin kusta yang efektif telah tersedia. Sejak dilaporkan adanya resistensi
terhadap dapson baik primer maupun sekunder,pada tahun 1977 WHO memperkenalkan
pengobatan kombinasi yang terdiri paling tidak dua obat anti kusta yang
efektif. Sayangnya anjuran ini tidak diikuti dilapangan dengan beberapa alasan
. oleh karena itu pada tahun 1981 WHO study group on chemotherapy of leprosy
secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan regimen MDT (Multi Drug Therapy).
Sejak
januari 1982, pengobatan kusta di Indonesia mengikuti keputusan WHO
Expert Committee Meeting di Geneva (Oktober 1982),yaitu dengan pengobatan kombinasi DDS, Lampren
dan Rifampisin.
(Marwali Harahap.2000.hal.265)
Berbagai obat yang telah digunakan
mengobati penderita lepra adalah diamino difenil sulfon (DDS, Dapsone),
rifampisin, clofazimin (lamprene) dan thalidomide.
Jika terjadi komplikasi sesuai dengan jenisnya
dilakukan bedah ortopedik untuk memperbaiki fungsi gerak penderita atau
trakeotomi jika terjadi gangguan pernapasan akibat kelumpuuhan saraf terkait.
(Prof. Dr. Soedarto. 2009.hal 147)
Jenis pengobatan yang diberikan pada penderita kusta
adalah sebagai berikut :
1. Tipe
pausibasiler (PB). Jenis dosis untuk orang dewasa :
a) Rifampisin
600 mg/bulan diminum didepan petugas.
b) DDS
tablet 100mg/hari diminum dirumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan.
Setelah selesai pasien dinyatakan RTF (release from treatment/ berhenti minum
obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995),
pasien tidak lagi dinyatakan RTF, melainkan dengan istilah completion of
treatment cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
2. Tipe
multibasiler (MB). Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
a) Rifampisin
600 mg/bulan diminum didepan petugas.
b) Klofazimin
300 mg/bulan diminum didepan petugas, dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari
diminum dirumah.
c) DDS
tablet 100mg/hari diminum dirumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu
maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis, pasien dinyatakan RTF, meskipun secara klinis lesinya masih
aktif dan pemeriksaan bakteri positif.
Menurut WHO (1998), pengobatan MB dibarikan untuk 12
dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RTF.
(Lutfia dwi rahariyani.2007.hal 65)
J.
Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun
karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
(arif mansjoer.2000.hal 66)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar